Ketika mendengar sebutan guru, hati terenyuh, berbinar dan lepas bahagia. Menyimaki sosok penuh keharmonisan, keluguan dan ketulusan. Pagi datang sampai pulang selsai memberi pelajaran, tak berarti dahaganya habis atau keringatnya kering, mereka terus menyambangi kelakar nakal siswa, kocaknya tingkah laku, dan cerobohnya siswa dalam mengikuti dan mencapai mimpi dan cita-cita.
Sosok guru berwibawa , akan terus di teras negara, di pundak bangsa. Tulisannya moncong senjata, lisanya amunisi tak berbiaya, dan langkahnya adalah kemajuan dan kemerdekaan. Dbincangi semua hajat, diusahkanya supaya dapat. Tak hitung biaya dan anggaran berapa juta, ia melangkah menuju pengabdian, menuju pertaruhan kemerdekaan.
Tapi.... ternyata..
Guru mutiara menjadi mimpi di negeri sendiri, guru honorer dan guru swasta layaknya penjual asongan mengharap kehidupan. Di tekuni pengabdian diterima cacian dan amurka pimpinan atas kelalaian. Dipotong gaji keringatnya, di tunda harapan keluarganya di biarkan mencari nafkah dilain waktu, malam menjadi ojek, Minggu jadi pemungut sampah, sore jadi penjual gorengan.
Ngeri, langkah kemerdekaan masih jauh di pandangan, guru terpenjara akan segepok uang, selembar mimpi, dan sejuta kontrak-kontrak para pemegang saham. Di pinjam istilah Agamawan, biar lunak para pengabdi, di injak-injak layaknya kompeni dan lebih parah tak berperi.
Duh ngeri, kemerdekaan guru tersertifikasi, administrasi dan kompensasi. Jiwanya terancam mati jika terus-terusan di sambangi mimpi. Bahagia sekedar relaksasi, pegawai negeri tak perlu lagi, honorer, berjutacalon guru muda penuh amunisi terjerat kompensasi dan hak asasi.
Jika tak punya nyali, sampah-sampah katanya, pengangguran istilahnya merajalela.. oh sarjana katanya, kenapa tak pergi mengunjungi pintu-pintu surga, pintu niaga atau sebangsanya.
Optimis, harus mengertilah dan jangan suka meminta,,, kata sebagian orang penilik kuasa...
miris dan nngeri, ngutang luar negeri untuk barang kemewahan wakil-wakil pemuja kemewahan, di balik bertingkat gedung pencakar langit, di balik selimut kendaraan rakyat... di bilik-bilik kekuasaan.
Guru, antara mutiara atau sampah? Di puja para pembawa nama negara ke kancah dunia, di lupa para dewan guru pemberi motivasi dan sesuap ilmu kehidupan, ilmu pengetahuan..
Bagikan
GURU antara MUTIARA atau SAMPAH
4/
5
Oleh
Rantausetia