Saturday, 19 November 2016

problematika keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah


BAB I
PENDAHULUAN

problematika keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia adalah Bahasa resmi Negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bila dilihat dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Ia berfungsi sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, sebagai pengembang kebudayaan, sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sebagai alat perhubungan dalam kepentingan pemerintahan dan kenegaraan. Bahasa Indonesia hingga saat ini merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Pembelajaran bahasa Indonesia masih menghadapi berbagai problematika baik secara internal maupun eksternal dalam pembelajaran. Salah satu yang menjadi permasalah¬an saat sekarang dalam dunia pendidikan yang sering dijumpai dalam tataran praksis pembelajaran terkait dengan keterampilan berbicara.
Realitas yang terjadi dalam pengajaran, tanpa kemampuan dan keterampilan berbicara akan mengakibatkan terjadinya miss komunikasi antara siswa dan guru di sekolah. Begitu pula pelajaran bahasa Indonesia dalam pembelajaran, misalnya, murid tidak akan bisa aktif dalam diskusi, dan daya kritis dan gagasan anak tidak akan mampu ditransformasikan kepada orang lain dalam bentuk ide, mentalitas bahasa anak akan kurang, dan paling tragis dan ironis sekolah hanya akan menghasilkan generasi bisu dan kaku.
Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam makalah ini akan membahas mengenai problematika keterampilan bebicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah serta solusinya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah dalam makalah ini yaitu, “Bagaimanakah problematika keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah?” Adapun rincian masalah utama tersebut disusun dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimanakah hakikat berbicara?
2. Bagaimanakah problematika keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah?
3. Bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah?

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun rincian dari tujuan penelitian ini adalah.
1. Menguraikan hakikat berbicara.
2. Memaparkan problematika problematika keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
3. Memberikan solusi dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah




baca juga : rumah seorang muslim

BAB II
PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas mengenai hakikat berbicara, problematika keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, serta upaya yang dilakukan dalam meningkatkan keterampilan tersebut.

2.1 Hakikat berbicara
Menulis dan membaca merupakan ragam bahasa yang berkaitan erat dengan bahasa tulis, sedangkan berbicara dan mendengarkan (menyimak) merupakan ragam bahasa lisan. Tidaklah sama antara bahasa tulis dan bahasa lisan. Dalam bahasa tulis seorang penulis diikat oleh susunan dan kaidah-kaidah penulisan yang lainnya. Dalam bahasa lisan, seorang pembicara juga diikat oleh kaidah-kaidah seperti pelafalan, jeda, intonasi dan sebagainya.
Kegiatan berbicara diawali dari suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima atau memahami isi pesan itu. Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan hubungan dan kerja sama dengan manusia lain. Hubungan dengan manusia lainnya itu antara lain berupa menyampaikan isi pikiran dan persaan, menyampaikan suatu informasi, ide atau gagasan serta pendapat atau pikiran dengan suatu tujuan.
Dalam menyampaikan pesan seseorang menggunakan suatu media atau alat yaitu bahasa, dalam hal ini bahasa lisan. Seorang yang akan menyampaikan pesan tersebut mengharapkan agar penerima pesan dapat memahaminya. Pemberi pesan disebut juga pembicara dan penerima pesan disebut penyimak atau pendengar. Peristiwa proses penyampaian pesan secara lisan seperti itu disebut berbicara. Dengan rumusan lain dapat dikemukakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.
Tarigan (1983 :15) berpendapat bahwa “berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan”. Sedangkan sebagai bentuk atau wujudnya berbicara disebut sebagai suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Jadi, pada hakikatnya berbicara merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa. Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima pesan atau informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, berbicara itu dapat dibantu dengan mimik dan pantomimik pembicara.
Kemampuan berbicara merupakan tuntutan utama yang harus dikuasai oleh seorang guru. Jika seorang guru menuntut siswanya dapat berbicara dengan baik, maka guru harus memberi contoh berbicara yang baik hal ini menunjukkan bahwa di samping menguasai teori berbicara juga terampil berbicara dalam kehidupan nyata. Guru yang baik harus dapat mengekspresikan pengetahuan yang dikuasainya secara lisan.

2.1.1 Tujuan Berbicara
Seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain pasti mempunyai tujuan, ingin mendapatkan responsi atau reaksi. Responsi atau reaksi itu merupakan suatu hal yang menjadi harapan. Tujuan atau harapan pembicaraan sangat tergantung dari keadaan dan keinginan pembicara. Secara umum tujuan pembicaraan adalah sebagai berikut:
1. mendorong atau menstimulasi,
2. meyakinkan,
3. menggerakkan,
4. menginformasikan, dan
5. menghibur.
Tujuan suatu uraian dikatakan mendorong atau menstimulasi apabila pembicara berusaha memberi semangat dan gairah hidup kepada pendengar. Reaksi yang diharapkan adalah menimbulkan inpirasi atau membangkitkan emosi para pendengar. Tujuan suatu uraian disebut menggerakkan apabila pembicara menghendaki adanya tindakan atau perbuatan dari para pendengar. Misalnya, berupa seruan persetujuan atau ketidaksetujuan, pengumpulan dana, penandatanganan suatu resolusi, mengada-kan aksi sosial. Dasar dari tindakan atau perbuatan itu adalah keyakinan yang men-dalam atau terbakarnya emosi.
Tujuan suatu uraian dikatakan menginformasikan apabila pembicara ingin memberi informasi tentang sesuatu agar para pendengar dapat mengerti dan memahaminya. Misalnya seorang guru menyampaikan pelajaran di kelas, seorang dokter menyampaikan masalah kebersihan lingkungan, seorang polisi menyampaikan masalah tertib berlalu lintas, dan sebagainya. Tujuan suatu uraian dikatakan menghibur, apabila pembicara bermaksud menggembirakan atau menyenangkan para pendengarnya. Pembicaraan seperti ini biasanya dilakukan dalam suatu resepsi, ulang tahun, pesta, atau pertemuan gembira lainnya.
Tujuan pembelajaran berbicara yang diharapkan adalah agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pengetahuan secara lisan, serta memiliki kegemaran berbicara kritis dan kreatif. Secara umum tujuan pembelajaran keterampil-an berbicara yaitu siswa mampu mengomunikasikan ide atau gagasan, dan pendapat, secara lisan ataupun sebagai kegiatan mengekspresikan ilmu pengetahuan, pengalam¬an hidup, ide, dan lain sebagainya.


2.1.2 Konsep Dasar Berbicara
Pemahaman konsep berbicara sangatlah dibutuhkan oleh seorang guru dalam mengajar keterampilan berbicara. Konsep dasar berbicara sebagai sarana ber¬komunikasi mencakup tujuh hal, yakni: (1) berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal; (2) berbicara adalah proses individu berkomunikasi; (3) berbicara adalah ekspresi kreatif; (4) berbicara adalah tingkah laku; (5) berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman; (6) berbicara merupakan sarana memperluas cakrawala; dan (7) berbicara adalah pancaran pribadi (Iskandar wassid dan Dadang Sunendar, 2008: 286).
Konsep dasar berbicara tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal berbicara dan menyimak
dalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak terpisahkan. Kegiatan menyimak pasti didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan terpadu menjadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon, tanya jawab, interview, dan lain-lain. Dalam komunikasi lisan, pembicara dan penyimak berpadu dalam suatu kegiatan yang resiprokal berganti peran secara spontan, mudah, dan lancar dari pembicara menjadi penyimak, dari penyimak menjadi pembicara.
2) Berbicara adalah proses individu berkomunikasi.
Ada kalanya berbicara digunakan sebagai alat komunikasi dengan linkungannya. Bila hal ini dikaitkan dengan fungsi bahasa maka berbicara digunkan sebagai sarana memperoleh pengetahuan mangadaptasi, mempelajari, dan mengontrol lingkungan¬nya. Seseorang menggunakan keterampilan berbicara sebagai alat mempengaruhi dan mengontrol lingkungannya dan pada gilirannya lingkungan itu pun mempengaruhi dirinya. Berbicara adalah salah satu alat komunikasi terpenting bagi manusia untuk dapat menyatakan diri sebagi anggota masyarakat.
3) Berbicara adalah ekspresi kreatif
Melalui berbicara, manusia tidak hanya sekedar menyatakan ide tetapi juga memanifestasikan kepribadiannya. Tingkat intelektual seseorang dapat dilihat dari cara seseorang berbicara. Berbicara tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan ide dan kreativitas baru.
4) Berbicara adalah tingkah laku
Melalui berbicara, pada dasarnya pembicara menyatakan gambaran dirinya. Berbicara merupakan simbolisasi kepribadian pembicara. Dalam bahasa Indonesia dikenal peribahasa, “Bahasa menunjukkan bangsa.” Makna peribahasa tersebut ialah cara seseorang berbahasa, berbicara, bertingkah laku menggambarkan kepribadian orang tersebut. Dalam kepribadian seseorang terselip tingkah lakunya, karena itu dapat dikatakan bahwa berbicara adalah tingkah laku.
5) Berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman
Seorang pembicara yang memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman akan berbicara dengan baik dan lancar. Begitu pula sebaliknya, pembicara yang kurang memiliki pengalaman akan mengalami hambatan dalam menyampaikan ide dan gagasanya. Hal yang sama terjadi juga pada anak-anak. Semakin banyak pengalaman anak, semakin lancar pula anak berbicara.
6) Berbicara merupakan sarana memperluas cakrawala
Selain untuk mengeksprsikan ide, perasaan, dan imajinasi, berbicara juga dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan memperluas cakrawala pengalaman. Melalui berbicara wawasan seseorang akan bertambah karena ia akan mendapat umpan balik dari orang lain.


7) Berbicara adalah pancaran pribadi
Gambaran pribadi seseorang dapat diidentifikasikan dengan berbagai cara, salah satunya dari cara seseorang berbicara. Berbicara pada hakikatnya melukiskan apa yang ada di hati, misalnya pikiran, perasaan, keinginan, ide, dan lain-lain. Kualitas suara, tinggi suara, nada, dan kecepatan suara dalam berbicara merupakan indikator keadaan emosi seseorang. Dengan demikian melalui cara bicaranya, kepribadian seseorang dapat diketahui.

2.1.3 Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berbicara
Kita dapat melihat faktor-faktor yang menentukan keefektifan berbicara, yaitu pembicara, pendengar dan pokok pembicaraan yang dipilih. Ketiga faktor ini sangat menentukan berhasil tidaknya kegiatan berbicara. Selain itu faktor bahasa tentu juga sangat menentukan. Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1991: 31-32) memberikan rambu-rambu agar seseorang mampu berbicara dengan baik seorang pembicara harus, di antaranya: (1) menguasai masalah yang dibicarakan; (2) mulai berbicara jika situasi sudah mengizinkan; (3) pengarahan yang tepat dan memancing perhatian pendengar; (4) berbicara harus jelas dan tidak terlalu cepat;(5) pandangan mata dan gerak-gerik yang membantu; (6) pembicara sopan, hormat dan melihatkan rasa persaudaraan; (7) dalam komunikasi dua arah, mulai berbicara jika sudah dipersila¬kan; (8) kenyaringan suara; dan (9) pendengar akan lebih terkesan kalau ia menyaksi¬kan pembicara sepenuhnya. Sementara itu Hassan Nur (2008: 2) menjelaskan bahwa setidaknya ada empat faktor yang harus dimiliki oleh seorang pembicara jika ingin berhasil dalam berbicara, yaitu: (1) percaya diri; (2) kejelasan suara; (3) ekspresi/ gerak mimik; dan (4) kelancaran komunikasi.
Lebih lanjut, Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1991: 87) menjelaskan bahwa keefektifan berbicara ditunjang oleh dua faktor yaitu faktor kebahasaan dan non kebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi: (1) ketepatan ucapan; (2) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai; (3) pilihan kata (diksi); dan (4) ketepatan sasaran pembicaraan. Adapun faktor nonkebahasaan meliputi: (1) sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku; (2) mimik dan gerak badan atau pandangan; (3) penampilan; (4) menghargai pendapat orang lain; (4) kenyaringan suara; (5) kelancaran; (6) penalaran; dan (7) penguasaan topik.
2.1.4  Merencanakan Pembicaraan
Keterampilan berbicara di depan khayalak ramai, atau yang dikenal dengan istilah public speaking, tidak akan muncul begitu saja pada diri seseorang. Keterampilan itu diperoleh setelah melalui berbagai latihan dan praktik penggunaannya. Bertolak dari masalah itulah para ahli banyak menaruh perhatian terhadap upaya membina dan mengembangkan keterampilan berbicara.
Ehninger (dalam Munawaroh, 2008: 27) mengajukan tujuh langkah yang harus dilalui dalam mempersiapkan suatu pembicaraan. Ketujuh langkah tersebut ialah: (1) menyeleksi dan memusatkan pokok pembicaraan; (2) menentukan tujuan khusus pembicaraan; (3) menganalisis pendengar dan situasi; (4) mengumpulkan materi; (5) menyusun ragangan/kerangka dasar (outline); (6) mengembangkan ragangan/ kerangka dasar; dan (7) menyajikan pembicaraan.Wainringht (dalam Munawaroh, 2008: 28) menyarankan enam langkah yang harus dilalui dan dikuasai oleh seseorang agar tepat menjadi pembicara yang baik.
Langkah-langkah yang disarankan oleh Wainright tersebut adalah: (1) memilih topik; (2) memahami dan menguji topik; (3) memahami latar belakang pendengar dan situasi; (4) menyusun kerangka pembicaraan; (5) mengujicobakan; dan (6) menyaji¬kan.
Gorys Keraf (1980: 316-318) mengusulkan tiga langkah pokok dalam merencanakan suatu pembicaraan. Ketiga langkah pokok itu ialah: (1) meneliti masalah; (2) menyusun uraian; dan (3) mengadakan latihan. Langkah pokok yang masih bersifat umum itu dapat dikembangkan menjadi langkah-langkah yang spesifik. Hasil pengembangan langkah yang bersifat umum menjadi langkah bersifat khusus adalah sebagai berikut: (1) menentukan maksud; (2) menganalisis pendengar dan situasi; (3) memilih dan menyempitkan topik; (4) mengumpulkan bahan; (5) membuat kerangka uraian; (6) menguraikan secara mendetail; dan (7) melatih dengan suara nyaring.

2.1.5  Ciri Pembicara yang Baik
Setiap manusia yang dilahirkan dalam keadaan normal memiliki potensi terampil berbicara. Potensi tersebut akan menjadi kenyataan bila dipupuk, dibina, dan dikembangkan melalui latihan yang sistematis, terarah, dan berkesinambungan. Tanpa latihan potensi tersebut tetap berupa potensi. Kenyataan ini sudah disadari oleh para ahli pengajaran bahasa sehingga ada kecenderungan menggalakkan pengajaran berbicara di sekolah. Berikut ini disajikan sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk dikenal, dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan dalam berbicara.
Menurut Munawaroh (2008: 24) ciri-ciri pembicara yang baik antara lain: (1) memilih topik tepat; (2) menguasai materi; (3) memahami latar belakang pendengar; (4) mengetahui situasi; (5) tujuan jelas; (6) kontak dengan pendengar; (7) kemampuan linguistiknya tinggi; (8) mengusai pendengar; (9) memanfaatkan alat bantu; dan(10) berencana. Apabila cirri-ciri tersebut dimiliki siswa saat praktik berbicara maka dapat dikatakan pembelajaran keterampilan berbicara telah berjalan dan berhasil dengan baik.
Berdasarkan paparan di atas maka berbicara dapat diartikan sebagai suatu aktivitas komunikasi manusia antara sesama untuk menyampaikan pendapat, maksud, pesan, pikiran, gagasan, perasaan dan keinginan. Untuk itu keterampilan berbicara perlu dikuasai, dipahami, dipersiapkan dan direncanakan agar tercipta komunikasi yang baik.

2.1.5  Jenis-Jenis Kegiatan Berbicara
Berbicara terdiri atas berbicara formal dan berbicara informal. Berbicara dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, bergantung pada landasan dalam peng-klasifikasiannya. Ada diskusi, percakapan, pidato menghibur, ceramah, bertelepon, dan sebagainya. Menurut Parera (1991: 184), untuk jenis berbicara khusus diskusi saja dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu (1) diskusi terbatas: konferensi, komisi, wawancara, brain storming; dan (2) diskusi terbuka/ umum: debat, forum, seminar, panel, simposium, ceramah, kelompok, mimbar (wawancara televisi dan radio).
Aktivitas berbicara selalu terjadi atau berlangsung dalam suasana, situasi, dan lingkungan tertentu. Situasi dan lingkungan itu dapat bersifat formal atau resmi dan informal atau tak resmi. Setiap situasi itu menuntut keterampilan berbicara tertentu. Dalam situasi formal permbicara dituntut berbicara secara formal. Sebaliknya dalam situasi tak formal, pembicara harus berbicara secara tak formal pula.
Logan (dalam Munawaroh, 2008: 13) menyebutkan jenis-jenis (kegiatan) berbicara informal di antaranya adalah tukar pengalaman, percakapan, menyampaikan berita, menyampaikan pengumuman, bertelpon, dan memberi petunjuk. Adapun jenis-jenis (kegiatan) berbicara formal di antaranya adalah ceramah, perencanaan dan penilaian, interview, prosedur parlementer, dan bercerita.

2.1.6  Metode Berbicara
Ada empat unsur yang harus dikuasai oleh seorang  pembicara, yaitu unsur psikologis, linguistik, situasi atau konteks, dan pemahaman ide yang akan diujarkan. Unsur psikologis berkaitan dengan kondisi batin pembicara (keberanian). Unsur linguistik berkaitan dengan penguasaan bahasa yang dikuasi pembicara. Unsur situasi atau konteks berkaitan dengan keadaan yang ada disekitar pembicara. Unsur pemahaman ide berkaitan dengan penguasaan bahan pembicaraan oleh pemateri.
Pada umumnya siswa mengalami hambatan ketika mereka diberikan tugas oleh guru untuk mengemukakan pendapat di depan kelas. Mereka mengalami kesulitan dalam mengungkapkan ide, kurang menguasai materi yang diberikan oleh guru, kurang membiasakan diri untuk berbicara di depan umum, kurangnya rasa percaya diri pada siswa, dan kurang mampu mengembangkan keterampilan bernalar dalam berbicara. Kesulitan-kesulitan tersebut membuat mereka tidak mampu mengungkapkan pikiran dan gagasan dengan baik, sehingga siswa menjadi enggan untuk berbicara menuang-kan ide kreatifnya.
Seperti yang diungkapkan Tarigan, ada empat cara atau teknik yang dapat atau biasa digunakan orang dalam me¬nyampai¬kan pembicaraan yakni:
1. Metode Impromptu ‘Serta Merta’
Dalam hal ini pembicara tidak melakukakan persiapan lebih dulu sebelum berbicara, tetapi secara serta merta atau mendadak berbicara berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.Pembicara menyampaikan pengetahuannya yang ada, dihubungkan dengan situasi dan kepentingan saat itu.
2.   Metode Menghafal
Pembicara sebelum melakukan kegiatannya melakukan persiapan secara tertulis, kemudian dihafal kata demi kata, kalimat demi kalimat. Dalam penyampaiannya pembicara tidak membaca naskah. Ada kecenderungan pembicara berbicara tanpa menghayati maknanya, berbicara terlalu cepat. Hal itu dapat menjemukan, tidak menarik perhatian pendengar. Mungkin juga ada pembicara yang berhasil dengan metode ini. Metode ini biasanya digunakan oleh pembicara pemula atau yang masih belum biasa berbicara di depan orang banyak.
3. Metode Naskah
Pada metode ini pembicara sebelum berbicara terlebih dulu menyiapkan naskah. Pembicara membacakan naskah itu di depan para pendengarnya. Hal ini dapat kita perhatikan pada pidato resmi Presiden di depan anggota DPR/ MPR, pidato pejabat pada upacara resmi. Pembicara harus memiliki kemampuan menempatkan tekanan, nada, intonasi, dan ritme. Cara ini sering kurang komunikatif dengan pendengarnya karena mata dan perhatian pembicara selalu ditujukan ke naskah. Oleh karena itu, apabila akan menggunakan metode harus melakukan latihan yang intensif.
4. Metode Ekstemporan
Dalam hal ini pembicara sebelum melakukan kegiatan berbicara terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan cermat dan membuat catatan penting. Catatan itu digunakan sebagai pedoman pembicara dalam melakukan pembicaraannya. Dengan pedoman itu pembicara dapat mengembangkannya secara bebas.

2.2 Problematika Keterampilan Berbicara Siswa Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah
Dalam setiap pembelajaran bidang studi apapun pasti memiliki masalah, baik masalah yang dihadapi guru maupun masalah yang berasal dari peserta didik. Dalam hal ini, permasalah yang dimaksud terkait dengan keterampilan berbicara siswa, meskipun tetap berpegang kepada hubungan interaktif proses pembelajaran antara guru dan peserta didik.
Pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung monoton dan membosankan. Metode pembelajaran terkesan itu-itu saja, metode ceramah, dikte, meringkas, membaca dalam hati, dan latihan/tugas yang evaluasinya sering tidak dapat dipertanggung¬jawab¬¬kan. Belajar bahasa Indonesia tidak diintegrasikan dengan pemanfaatan media seperti: film, video, lagu, gambar, atau alam terbuka.

Pembelajaran berbicara membutuhkan keterampilan dan metode khusus agar keterampilan berbicara tersebut mencapai hasil yang diharapkan. Berdasarkan penelitian Mauli, 2013 dengan judul “keefektifan metode tongkat berestafet dalam menceritakan tokoh idola pada pembelajaran berbicara”, kenyataanya di lapangan menunjukan banyak pendidik kurang memahami metode pembelajaran berbicara yang sangkil-mangkus, sehingga keterampilan berbicara siswa tidak mencapai hasil yang diharapkan. Adapun  masalah-masalah yang berhubungan dengan keterampilan berbicara siswa tersebut adalah siswa kurang percaya diri dalam mengemukakan pendapat, kurang menguaai topik atau informasi yang akan disampaikan, kualitas pembicaraan yang kurang bagus, pembicaraan kurang terkonsep dengan baik.
Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya mutu kemampuan siswa dalam berbicara. Secara umum faktor-faktor tersebut yaitu guru, peserta didik, kondisi lingkungan, dan metode pembelajaran. Faktor tersebut berkontribusi terhadap pembelajaran bahasa Indonesia dan menempatkan bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran yang tidak disenangi dan membosankan.
Faktor-faktor penyebab problematika siswa dalam pembelajaran berbicara ada dua, yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal.
Hambatan internal yang dihadapai siswa, yakni;
1. Siswa tidak bersemangat atau tidak berminat dalam pembelajaran sehingga siswa menjadi pasif, siswa mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia terkesan tidak ada niat, tidak ada gairah dan keseriusan.
2. Penempatan tekanan, nada, jeda, intonasi, dan ritme. Kemampuan siswa berbicara dalam penguasaan tekanan, nada, jeda, intonasi, dan ritme masih rendah. Siswa belum terlalu mengerti dimana menempatkan tekanan, nada, jeda, intonasi, dan ritme dalam berbicara.
3. Pemilihan kata dan ungkapan yang baik, kongkret, dan bervariasi. Siswa dalam berbicara belum terlalu bisa memilih ungkapan yang baik, kongkret dan bervariasi. Hal tersebut terlihat pada siswa yang kurang menggunakan ragam bahasa indonesia dalam berbicara.
4. Merasa malu. Rasa malu pada siswa terlihat pada siswa yang menundukkan kepalanya dan berbicara dengan tersendat-sendat.
5. Rasa takut. Rasa takut ini terlihat pada siswa yang disuruh berbicara di depan kelas oleh guru terlihat takut untuk berbicara. Rasa takut ini bisa berarti takut ditertawakan oleh teman-teman, takut salah, ataupun pun takut bila salah mengucapkan kata.
6. Rasa kurang percaya diri. Rasa kurang percaya diri ini terlihat pada siswa yang disuruh maju ke depan kelas untuk berbicara, tetapi siswa tersebut sepertinya enggan untuk maju ke depan. Ketika siswa tersebut sudah berada di depan pun, siswa tidak juga memulai berbicara tetapi hanya diam.
Hambatan eksternal yang dihadapi siswa biasanya:
1. Suara atau bunyi. Suara atau bunyi bisa mempengaruhi konsentrasi dalam berbicara. Hal ini terlihat pada ada beberapa siswa yang terlihat kehilangan konsentrasi dalam berbicara ketika suasana di luar kelas ribut.
2. Media, tidak dipergunakannya media sebagai alat bantu dalam pembelajaranmenyebabkan siswa belum sepenuhnya termotivasi dalam belajar. Masih ada beberapa siswa yang kurang bersemangat dalam belajar.
Permasalahan yang muncul lainnya, yaitu siswa kurang terampil dalam menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Khususnya saat pembelajaran Bahasa Indonesia, masih banyak siswa yang menggunakan bahasa daerah sehari-hari. Pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung monoton dan membosankan. Kebanyak-an guru terutama di sekolah sekolah di kampung menggunakan  metode pembelajaran terkesan itu-itu saja, metode ceramah, dikte, meringkas, membaca dalam hati, dan latihan/ tugas yang evaluasinya sering tidak dapat dipertanggungjawabkan. Belajar bahasa Indonesia tidak diintegrasikan dengan pemanfaatan media seperti: film, video, lagu, gambar, atau alam terbuka.



2.3 Solusi dalam meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah
Berbagai upaya yang menurut kami baik untuk dilakukan berkaitan dengan problematika keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah adalah sebagai berikut.
1. Guru perlu merancang kembali pembelajaran yang lebih menarik, membangkitkan rasa ingin tahu pada diri peserta didik, mendorong anak menjadi lebih aktif, meningkatkan kreativitas anak dan lain-lain. Guru juga dapat menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu, menerapkan model-model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran dan sesuai dengan karakteristik anak. Untuk mendukung hal tersebut guru perlu memperdalam/ menambah pengetahuannya dan memperluas wawasannya baik tentang profesi keguruan maupun tentang pengetahuan lainnya.
2. Meningkatkan minat dan semangat siswa, guru perlu menggunakan media sebagai alat bantu dalam pembelajaran. Media dapat mengkonkritkan sesuatu yang abstrak.
3. Membuat suasana kelas yang dapat mendorong anak aktif dalam pembelajaran adalah suasana kelas yang hangat, dalam arti harmonis dan penuh kekeluargaan, sehingga anak merasa nyaman dalam pembelajaran, tidak ada perasaan takut dan tegang terhadap guru, untuk itu guru perlu bersikap ramah dan bijaksana. Guru harus menciptakan komunikasi tiga arah yaitu guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa agar semua siswa turut aktif dalam pembelajaran.
4. Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, siswa perlu diberi banyak latihan, misalnya diberi kesempatan bertanya, lebih sering disuruh maju ke depan kelas untuk membaca puisi, bermain drama dan lain-lain. Hal tersebut dimaksudkan melatih mental para siswa agar berani tampil di depan kelas. Kalau mental siswa sudah bagus tinggal membimbing dan membina kemampuan dan keterampilan siswa dalam berbicara. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keterampilan berbicara, siswa perlu menambah pengetahuan dan memperluas wawasan sehingga siswa dapat berbicara dengan baik. Kegiatan pembelajaran dalam bentuk diskusi juga turut membantu melatih latihan siswa untuk mengemukakan pendapatnya, sanggahan, alasan dan argumentasi secara lisan.
5. Kebiasaan siswa menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari masih terbawa kedalam proses pembelajaran. Untuk mengatasi hal tersebut, siswa perlu dibiasakan untuk menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar saat pembelajaran. Selain itu untuk melatih kemampuan siswa dalam berbahasa Indonesia, guru sebaiknya mengingatkan siswa banyak mendengarkan berita-berita dan pidato-pidato berbahasa Indonesia sehingga telinga anak terbiasa mendengar lafal-lafal yang tepat dalam Bahasa Indonesia.
6. Guru menyiasati agar di setiap proses pembelajaran terjadi diskusi, hal ini baik dalam menstimulus keterampilan siswa dalam meningkatkan keterampilan berbicara.














BAB III
SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan pada bab dua, maka dapat penulis simpulkan bahwa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia keterampilan berbicara siswa diharapkan agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pengetahuan secara lisan, serta memiliki kegemaran berbicara kritis dan kreatif. Secara umum tujuan pembelajaran keterampilan berbicara yaitu siswa mampu mengomunikasikan ide atau gagasan, dan pendapat, secara lisan ataupun sebagai kegiatan mengekspresikan ilmu pengetahuan, pengalaman hidup, ide, dan lain sebagainya.
Peran guru sangat penting dalam menunjang minat siswa dalam proses pembelajaran disekolah. Guru adalah faktor utama dalam menciptakan suasana yang menyenang¬kan dengan menjadikan pembelajaran bahasa Indonesia disukai oleh siswa serta mem¬-bantu dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Guru dimaknai sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar yang bertugas menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar yang lebih sangkil dan mangkus. Sebelum mengajar, guru harus merencanakan kegiatan pengajaran secara sistematis, sehingga dapat terampil dalam proses belajar mengajar.
Guru terampil sebaiknya melakukan berbagai upaya untuk peningkatan prestasi belajar siswa, hal tersebut merupakan tanggung jawab semua guru dalam memperoleh kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan hal di atas seorang guru dituntut untuk memiliki keterampilan mengajar seperti: keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan, keterampilan memberi variasi, keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan mengelola kelas, keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil dan keterampilan menjelaskan. Dengan demikian keterampilan mengajar tersebut harus senantiasa dikembangkan oleh guru untuk mencapai tujuan pengajaran.

Baca selengkapnya

Wednesday, 26 October 2016

Imam Muslim : sejarah dan karyabya

Imam Muslim : sejarah dan karyabya

Sejarah Ringkas
Nama Lengkapnya adalah Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi (Bani Qusyair adalah sebuah kabilah Arab yang cukup dikenal) an-Naisaburi. Seorang imam besar dan penghapal hadits yang ternama. Ia lahir di Naisabur pada tahun 204 H. Para ulama sepakat atas keimamannya dalam hadits dan kedalaman pengetahuan nya tentang periwayatan hadits
Ia mempelajari hadits sejak kecil dan bepergian untuk mencarinya keberbagai kota besar. Di Khurasan ia mendenganr hadits dari Yahya bin Yahya, Ishaq bin Rahawaih dan lain lain. Di Ray ia mendengar dari Muhammad bin Mahran, Abu Ghassan dan lainnya, Di Hijaz ia mendengar hadits dari Sa’id bin Manshur, Abu Mash’ab dan lainnya, Di Iraq ia mendengar dari Ahmad bin Hanbal, Abdullah bin Muslimah dan lainnya, Di Mesir ia mendengar hadits dari Amr bin Sawad, Harmalah bin Yahyah dan beberapa lainnya.
Lantaran hubungan mempelajari hadits al-Bukhary, ia meninggalkan guru gurunya seperti: Muhammad ibn Yahya adz Dzuhaly.
Adapun yang meriwayatkan darinya diantaranya: At Tirmidzi, Abu Hatim, ar Razi, Ahmad bin Salamah, Musa bin Harun, Yahya bin Sha’id, Muhammad bin Mukhallad, Abu Awanah Ya’kub bin Ishaq al Isfira’ini, Muhammad bin Abdul Wahab al-Farra’, Ali bin Husain bin Muhammad bin Sufyan, yang terakhir ini adalah perawi Shahih Muslim.
Banyak sekali ulama hadits memujinya, Ahmad bin Salama berkata:” Abu Zur’ah dan Abu Hatim mendahulukan Muslim atas orang lain dalam bidang mengetahui hadits shahih.”.
Imam Muslim banyak menulis kitab diantaranya:kitab Shahihnya, kitab Al-Ilal, kitab Auham al-Muhadditsin, kitab Man Laisa lahu illa Rawin Wahid, kitab Thabaqat at-Tabi’in, kitab Al Mukhadlramin, kitab Al-Musnad al-Kabir ‘ala Asma’ ar-Rijal dan kitab Al-Jami’ al-Kabir ‘alal abwab.
Bersama Shahih Bukhari, Shahih Muslim merupakan kitab paling shahih sesudah Al-Quran. Umat menyebut kedua kitab shahih tersebut dengan baik. Namun kebanyakan berpendapat bahwa diantara kedua kitabnya, kitab Al-Bukhari lebih Shahih.
Imam Muslim sangat bangga dengan kitab shahihnya, mengingat jerih payah yang ia curahkan ketika mengumpulkannya. Ia meyusunnya dari 300.000 hadits yang ia dengar, oleh karena itu ia berkata:” Andaikata para ahli hadits selama 200 tahun menulis hadits, maka porosnya adalah al-Musnad ini (yakni kitab shahihnya)”.
Ia wafat di Naisabur pada tahun 271 H dalam usia 55 tahun.
Disalin dari Biografi Imam Muslim dalam Tadzkirat al-Huffadh 2/150, Tahdzib al-Asma’ An-Nawawi 10/126
Sejarah Lengkap
Nama lengkapnya ialah Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an-Naisaburi. Ia juga mengarang kitab As-Sahih (terkenal dengan Sahih Muslim). Ia salah seorang ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal hingga kini. Ia dilahirkan di Naisabur pada tahun 206 H. menurut pendapat yang sahih sebagaimana dikemukakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya ‘Ulama’ul Amsar.*
Kehidupan untuk Mencari Ilmu
Ia belajar hadits sejak masih dalam usia dini, yaitu mulaii tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara negara lainnya.
Dalam perjalannanya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Di Irak ia belajar hadits kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas’Abuzar; di Mesir berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadits yang lain.
Muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits, dan kunjungannya yang terakhir pada 259 H. di waktu Imam Bukhari datang ke Naisabur, Muslim sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung kepada Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Sahihnya maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az-Zihli padahal ia adalah gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadits dalam Sahihnya, yang diterimanya dari Bukhari, padahal iapun sebagai gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan ke dalam Sahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan tetap mengakui mereka sebagai guru.
Guru-gurunya
Selain yang telah disebutkan di atas, Muslim masih mempunyai banyak ulama yang menjadi gurunya. Di antaranya : Usman dan Abu Bakar, keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harb, Amr an-Naqid, Muhammad bin al-Musanna, Muhammad bin Yassar, Harun bin Sa’id al-Ayli, Qutaibah bin Sa’id dan lain sebagainya.
Keahlian dalam Hadits
Apabila Imam Bukhari merupakan ulama terkemuka di bidang hadits sahih, berpengetahuan luas mengenai ilat-ilat dan seluk beluk hadits, serta tajam kritiknya, maka Imam Muslim adalah orang kedua setelah Imam Bukhari, baik dalam ilmu dan pengetahuannya maupun dalam keutamaan dan kedudukannya.
Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib al-Baghdadi berketa, “Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, memperhatikan ilmunya dan menempuh jalan yang dilaluinya.” Pernyataan ini tidak berarti bahwa Muslim hanyalah seorang pengekor. Sebab, ia mempunyai cirri khas dan karakteristik tersendiri dalam menyusun kitab, serta metode baru yang belum pernah diperkenalkan orang sebelumnya.
Abu Quraisy al-Hafiz menyatakan bahwa di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya adalah Muslim (Tazkiratul Huffaz, jilid 2, hal. 150). Maksud perkataan tersebut adalah ahli ahli hadits terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy, sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.
Karya-karya Imam Muslim
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di antaranya :
1. Al-Jami’ as-Sahih (Sahih Muslim).
2. Al-Musnadul Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadits).
3. Kitabul-Asma’ wal-Kuna.
4. Kitab al-’Ilal.
5. Kitabul-Aqran.
6. Kitabu Su’alatihi Ahmad bin Hambal.
7. Kitabul-Intifa’ bi Uhubis-Siba’.
8. Kitabul-Muhadramin.
9. Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahid.
10. Kitab Auladis-Sahabah.
11. Kitab Awhamil-Muhadditsin.
Kitab Sahih Muslim
Di antara kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat bermanfat luas, serta masih tetap beredar hingga kini ialah Al Jami’ as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.
Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedeemikian rupa, maka lahirlah kitab Sahihnya.
Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Diceritakan, bahwa ia pernah berkata: “Aku susun kitab Sahih ini yang disaring dari 300.000 hadits.”
Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : “Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.”
Dalam pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan hadits-hadits yang berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yang tidak disebutkan berulang.
Imam Muslim berkata di dalam Sahihnya: “Tidak setiap hadits yang sahih menurutku, aku cantumkan di sini, yakni dalam Sahihnya. Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yang telah disepakati oleh para ulama hadits.” .
Imam Muslim pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang diterimanya: “Apabila penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad ini.”
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yang diriwayatkan dalam Sahihnya dapat dilihat dari perkataannya sebagai berikut : “Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya melainkan dengan alasan pula.”
Imam Muslim di dalam penulisan Sahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.
Imam Muslim wafat pada ahad sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun.
Disalin dari biografi Imam Muslim dalam Kutubus Sittah Abu Syuhbah 59
Baca selengkapnya
Imam Malik Bin Anas : biografi dan karyanya

Imam Malik Bin Anas : biografi dan karyanya

Imam Malik Bin Anas
Nama lengkapnya adalam Malik bin Anas Abi Amir al Ashbahi, dengan julukan Abu Abdillah. Ia lahir pada tahun 93 H, Ia menyusun kitab al Muwaththa, dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah. Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang meriwayatkan al Muwaththa’ lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.
Sejumlah ‘Ulama berpendapat bahwa sumber sumber hadits itu ada tujuh, yaitu Al Kutub as Sittah ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad Darimi sebagai gantiAl Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibn Hazm berkata,” Al Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan hadits, aku belum mnegetahui bandingannya.
Hadits hadits yang terdapat dalam al Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada yang Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian ‘Ulama menghitungnya berjumlah 600 hadits musnad, 222 hadits mursal, 613 hadits mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping itu ada 61 hadits tanpa penyandara, hanya dikatakan telah sampai kepadaku” dan “ dari orang kepercayaan”, tetapi hadits hadits tersebut bersanad dari jalur jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik sendiri, karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan hadits hadits mursal , munqathi’ dan mu’dhal yang terdapat dalam al Muwaththa’ Malik.
Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada yang lebih tua darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti al Auza’i., Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safi’I, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.
An Nasa’I berkata,” Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur, terpercaya periwayatan haditsnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada meriwayatkan hadits dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim”. (Ket: Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak senegeri dengan Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Malik hanya sedikit mentahrijkan haditsnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).
Sedangkan Ibnu Hayyan berkata,” Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para tokoh ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah”.
Ia wafat pada tahun 179 H
Disalin dari Biografi Malik bin Anas ad Dibaj al Madzhab 17:30, Tahdzib at Tahdzib 10/5 karya Ibnu Hajar asqalani.
Baca selengkapnya

Khadijah Binti Khuwailid radiyallahuanha : nasabnya, pernikahnnya, perjuangan dakwahnya dan wafatnya.

Wanita yang paling dicemburi oleh Aisyah ra walau sudah tidak ada, sosok wanita kaya yang dikagumi oleh penduduk Quraasy pada waktu itu karena kemuliaan, kekayaan dan kebaikan budi pekertinya. Beliau adalah seorang sayyidah wanita sedunia pada zamannya. Dia adalah putri dari Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah. Dijuluki ath-Thahirah yakni yang bersih dan suci. Sayyidah Quraisy ini dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat kira-kira 15 tahun sebelum tahun fill (tahun gajah). Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mulia dan pada gilirannya beliau menjadi seorang wanita yang cerdas dan agung. Beliau dikenal sebagai seorang yang teguh dan cerdik dan memiliki perangai yang luhur. Karena  itulah banyak laki-laki dari kaumnya menaruh simpati kepadanya.
Pada mulanya beliau dinikahi oleh Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi yang membuahkan dua orang anak yang bernama Halah dan Hindun.Tatkala Abu Halah wafat, beliau dinikahi oleh Atiq bin 'A'id bin Abdullah al-Makhzumi hingga beberapa waktu lamanya namun akhirnya mereka cerai.

Pernikahan dengan Nabi Muhammad Shalalhualaiwasalam

Akhi salam ; tokoh muslimah

Setelah itu banyak dari para pemuka-pemuka Quraisy yang menginginkan beliau tetapi beliau memprioritaskan perhatiannya dalam mendidik putra-putrinya, juga sibuk mengurusi perniagaan yang mana beliau menjadi seorang yang  kaya raya. Suatu ketika, beliau mencari orang yang dapat menjual dagangannya, maka tatkala beliau mendengar tentang Muhammad sebelum bi'tsah (diangkat menjadi Nabi), yang memiliki sifat jujur, amanah dan berakhlak mulia, maka beliau meminta kepada Muhammad untuk menjualkan dagangannya bersama seorang pembantunya yang bernama Maisarah. Beliau memberikan barang dagangan kepada Muhammad melebihi dari apa yang dibawa oleh selainnya. Muhammad al-Amin pun menyetujuinya dan berangkatlah beliau bersama Maisarah dan Allah menjadikan perdagangannya tersebut menghasilkan laba yang banyak. Khadijah merasa gembira dengan hasil yang banyak tersebut karena usaha dari Muhammad, akan tetapi ketakjubannya terhadap kepribadian Muhammad lebih besar dan lebih mendalam dari semua itu. Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh yang berbaur dibenaknya, yang belum pernah beliau rasakan sebelumnya. Pemuda ini tidak sebagamana kebanyakan laki-laki lain dan perasaan-perasaan yang lain.

Akan tetapi dia merasa pesimis; mungkinkah pemuda tersebut mau menikahinya, mengingat umurnya sudah mencapai 40 tahun? Apa nanti kata orang karena ia telah menutup pintu bagi para pemuka Quraisy yang melamarnya?
Maka disaat dia bingung dan gelisah karena problem yang menggelayuti pikirannya, tiba-tiba muncullah seorang temannya yang bernama Nafisah binti Munabbih, selanjutnya dia ikut duduk dan berdialog hingga kecerdikan Nafisah mampu menyibak rahasia yang disembuyikan oleh Khodijah tentang problem yang dihadapi dalam kehidupannya. Nafisah membesarkan hati Khadijah dan menenangkan perasaannya dengan mengatakan bahwa Khadijah adalah seorang wanita yang memiliki martabat, keturunan orang terhormat, memiliki harta dan berparas cantik.Terbukti dengan banyaknya para pemuka Quraisy yang melamarnya.
Selanjutnya, tatkala Nafisah keluar dari rumah Khadijah, dia langsung menemui Muhammad al-Amin hingga terjadilah dialog yang menunjukan kelihaian dan kecerdikannya:
Nafisah : Apakah yang menghalangimu untuk menikah wahai Muhammad?
Muhammad  :   Aku tidak memiliki apa-apa untuk menikah .
Nafisah  : (Dengan tersenyum berkata) Jika aku pilihkan untukmu seorang wanita yang kaya raya, cantik dan berkecukupan, maka apakah kamu mau menerimanya?
Muhammad  : Siapa dia ?
Nafisah : (Dengan cepat dia menjawab) Dia adalah Khadijah binti Khuwailid
Muhammad  : Jika dia setuju maka akupun setuju.
Nafisah pergi menemui Khadijah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan Muhammad al-Amin memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk menikahi sayyidah Khadijah. Kemudian berangkatlah Abu Tholib, Hamzah dan yang lain menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin Asad untuk melamar Khadijah bagi putra saudaranya, dan selanjutnya menyerahkan mahar.
Setelah usai akad nikah, disembelihlah beberapa ekor hewan kemudian dibagikan kepada orang-orang fakir. Khadijah membuka pintu bagi keluarga dan handai taulan dan diantara mereka terdapat Halimah as-Sa'diyah yang datang untuk menyaksikan pernikahan anak susuannya. Setelah itu dia kembali ke kampungnya dengan membawa 40 ekor kambing sebagai hadiah perkawinan yang mulia dari Khadijah, karena dahulu dia telah menyusui Muhammad yang sekarang menjadi suami tercinta.
Maka jadilah Sayyidah Quraisy sebagai istri dari Muhammad al-Amin dan jadilah dirinya sebagai contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami dari pada kepentingan sendiri. Manakala Muhammad mengharapkan Zaid bin Haritsah, maka dihadiahkanlah oleh Khadijah kepada Muhammad. Demikian juga tatkala Muhammad ingin mengembil salah seorang dari putra pamannya, Abu Tholib, maka Khadijah menyediakan suatu ruangan bagi Ali bin Abi Tholib radhiallâhu 'anhu agar dia dapat mencontoh akhlak suaminya,  Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam .
Allah memberikan karunia pada rumah tangga tersebut berupa kebehagaian dan nikmat yang berlimpah, dan mengkaruniakan pada keduanya putra-putri yang bernama al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqqayah, Ummi Kalsum dan Fatimah.

Nabi Menyendiri di Gua Hira

Kemudian Allah Ta'ala menjadikan Muhammad al-Amin ash-Shiddiq menyukai Khalwat (menyendiri), bahkan tiada suatu aktifitas yang lebih ia sukai dari pada menyendiri. Beliau menggunakan waktunya untuk beribadah kepada Allah di Gua Hira' sebulan penuh pada setiap tahunnya. Beliau tinggal didalamnya beberapa malam dengan bekal yang sedikit jauh dari perbuatan sia-sia yang dilakukan oleh orang-orang Makkah yakni menyembah berhala dan lain –lain.
Sayyidah ath-Thahirah tidak merasa tertekan dengan tindakan Muhammad yang terkadang harus berpisah jauh darinya, tidak pula beliau mengusir kegalauannya dengan banyak pertanyaan maupun mengobrol yang tidak berguna, bahkan beliau mencurahkan segala kemampuannya untuk membantu suaminya dengan cara menjaga dan menyelesaikan tugas yang harus dia kerjakan dirumah. Apabila dia melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pergi ke gua, kedua matanya senantiasa mengikuti suaminya terkasih dari jauh. Bahkan dia juga menyuruh orang-orang untuk menjaga beliau tanpa mengganggu suaminya yang sedang menyendiri.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tinggal di dalam gua tersebut hingga batas waktu yang Allah kehendaki, kemudian datanglah Jibril dengan membawa kemuliaan dari Allah sedangkan beliau di dalam gua Hira' pada bulan Ramadhan. Jibril datang dengan membawa wahyu.Selanjutnya beliay Nabi Saw keluar dari gua menuju rumah beliau dalam kegelapan fajar dalam keadaaan takut, khawatir dan menggigil seraya berkata: "Selimutilah aku ….selimutilah aku …".
Setelah Khadijah meminta keterangan perihal peristiwa yang menimpa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau menjawab:"Wahai Khadijah sesungguhnya aku khawatir terhadap diriku".
Maka Istri yang dicintainya dan yang cerdas itu menghiburnya dengan percaya diri dan penuh keyakinan berkata: "Allah akan menjaga kita wahai Abu Qasim, bergembiralah wahai putra pamanku dan teguhkanlah hatimu. Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, sugguh aku berharap agar anda menjadi Nabi bagi umat ini. Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya, sesungguhnya anda telah menyambung silaturahmi, memikul beban orang yang memerlukan, memuliakan tamu dan menolong para pelaku kebenaran.
Maka menjadi tentramlah hati Nabi berkat dukungan ini dan kembalilah ketenangan beliau karena pembenaran dari istrinya dan keimanannya terhadap apa yang beliau bawa.
Namun hal itu belum cukup bagi seorang istri yang cerdas dan bijaksana, bahkan beliau dengan segera pergi menemui putra pamannya yang bernama waraqah bin Naufal, kemudian beliau ceritakan perihal yang terjadi pada Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam . Maka tiada ucapan yang keluar dari mulutnya selain perkataan: "Qudus….Qudus…..Demi yang jiwa Waraqah ada ditangan-Nya, jika apa yang engkau ceritakan kepadaku benar,maka sungguh telah datang kepadanya Namus Al-Kubra sebagaimana yang telah datang kepada Musa dan Isa, dan Nuh alaihi sallam secara langsung.Tatkala melihat kedatangan Nabi, sekonyong-konyong Waraqah berkata: "Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, Sesungguhnya engkau adalah seorang Nabi bagi umat ini, pastilah mereka akan mendustakan dirimu, menyakiti dirimu, mengusir dirimu dan akan memerangimu. Seandainya aku masih menemui hari itu sungguh aku akan menolong dien Allah ". Kemudian ia mendekat kepada Nabi dan mencium ubun-ubunnya. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Apakah mereka akan mengusirku?". Waraqah menjawab: "Betul, tiada seorang pun yang membawa sebagaimana yang engkau bawa melainkan pasti ada yang menentangnya. Kalau saja aku masih mendapatkan masa itu …kalau saja aku masih hidup…". Tidak beberapa lama kemudian Waraqah wafat.
Menjadi tenanglah jiwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam tatkala mendengar penuturan Waraqah, dan beliau mengetahui bahwa akan ada kendala-kendala di saat  permulaan berdakwah, banyak rintangan dan beban. Beliau juga menyadari bahwa itu adalah sunnatullah bagi para Nabi dan orang-orang yang mendakwahkan dien Allah. Maka beliau menapaki jalan dakwah dengan ikhlas semata-mata karena Allah  Rabbul Alamin, dan beliau mendapatkan banyak gangguan dan intimidasi.

Adapun Khadijah adalah seorang yang pertama kali beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan yang pertama kali masuk Islam.
Beliau adalah seorang istri Nabi yang mencintai suaminya dan juga beriman, berdiri mendampingi Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam yang dicintainya untuk menolong, menguatkan dan membantunya serta menolong beliau dalam menghadapi kerasnya gangguan dan ancaman sehingga dengan hal itulah Allah meringankan beban Nabi-Nya.Tidaklah beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, baik penolakan maupun pendustaan yang menyedihkan beliau Shallallahu 'alaihi wasallam kecuali Allah melapangkannya melalui istrinya bila beliau kembali ke rumahnya. Beliau (Khadijah) meneguhkan pendiriannya, menghiburnya, membenarkannya dan mengingatkan tidak berartinya celaan manusia pada beliau Shallallahu 'alaihi wasallam. Dan ayat-ayat Al-Qur'an juga mengikuti (meneguhkan Rasulullah), Firman-Nya:
"Hai orang-orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabb-Mu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (belasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabb-Mu, bersabarlah!"(Al-Muddatstsir:1-7).

Sehingga sejak saat itu Rasulullah yang mulia memulai lembaran hidup baru yang penuh barakah dan bersusah payah. Beliau katakan kepada sang istri yang beriman bahwa masa untuk tidur dan bersenang-senang sudah habis. Khadijah radhiallâhu 'anha turut mendakwahkan Islam disamping suaminya -semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada beliau. Diantara buah yang pertama adalah Islamnya Zaid bin Haritsah dan juga keempat putrinya semoga Allah meridhai mereka seluruhnya.
Mulailah ujian  yang keras menimpa kaum muslimin dengan berbagai macam bentuknya,akan tetapi Khadijah berdiri kokoh bak sebuah gunung yang tegar kokoh dan kuat. Beliau wujudkan Firman Allah Ta'ala:
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman' , sedangkan mereka tidak diuji lagi?" . (Al-'Ankabut:1-2).
Allah memilih kedua putranya yang  pertama Abdullah dan al-Qasim untuk menghadap Allah tatkala  keduanya masih kanak-kanak, sedangkan Khadijah tetap bersabar. Beliau juga melihat dengan mata kepalanya bagaimana syahidah pertama dalam Islam yang bernama Sumayyah tatkala menghadapi sakaratul maut karena siksaan para thaghut hingga jiwanya menghadap sang pencipta dengan penuh kemuliaan.
Beliau juga harus berpisah dengan putri dan buah hatinya yang bernama Ruqayyah istri dari Utsman bin Affan radhiallâhu 'anhu karena putrinya hijrah ke negeri Habsyah untuk menyelamatkan diennya dari gangguan orang-orang musyrik. Beliau saksikan dari waktu ke waktu yang penuh dengan kejadian besar dan permusuhan. Akan tetapi tidak ada kata putus asa bagi seorang Mujahidah. Beliau laksanakan setiap saat apa yang difirmankan Allah Ta'ala :
"Kamu sungguh-sungguh akan duji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberikan kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, ganguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya  yang demikian itu termasuk urusan yang di utamakan ". (Ali Imran:186).

Sebelumnya, beliau juga telah menyaksikan seluruh kejadian yang menimpa suaminya al-Amin ash-Shiddiq yang mana beliau berdakwah di jalan Allah, namun beliau menghadapi segala musibah dengan kesabaran. Semakin bertambah berat ujian semakin bertambahlah kesabaran dan kekuatannya. Beliau campakkan seluruh bujukan kesanangan dunia yang menipu yang hendak ditawarkan dengan aqidahnya. Dan pada saat-saat itu beliau bersumpah dengan sumpah yang menunjukkan keteguhan dalam memantapkan kebenaran yang belum pernah dikenal orang sebelumnya dan tidak bergeming dari prinsipnya walau selangkah semut. Beliau bersabda: "Demi Allah wahai paman! seandainya mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan dakwah ini, maka sekali-kali aku tidak akan meninggalkannya hingga Allah memenangkannya atau aku yang binasa karenannya".

Dakwah bersama Rasulallah Muhammad shallahualaiwasallam

 Begitulah Sayyidah mujahidah  tersebut telah mengambil suaminya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai contoh yang paling agung dan tanda yang paling nyata tentang keteguhan diatas iman. Oleh karena itu, kita mendapatkan  tatkala orang-orang Quraisy mengumumkan pemboikotan mereka terhadap kaum muslimin untuk menekan dalam bidang politik, ekonomi dan kemasyarakatan dan mereka tulis naskah pemboikotan tersebut kemudian mereka tempel pada dinding ka'bah; Khadijah tidak ragu untuk bergabung dengan kaum muslimin bersama kaum Abu Thalib dan beliau tinggalkan kampung  halamannya untuk menempa kesabaran selama tiga tahun bersama Rasul dan orang-orang yang menyertai beliau menghadapi beratnya pemboikotan yang penuh dengan kesusahan dan menghadapi kesewenang-wenangan para penyembah berhala. Hingga berakhirlah pemboikotan yang telah beliau hadapi dengan iman, tulus dan tekad baja tak kenal lelah. Sungguh Sayyidah Khadijah telah mencurahkan segala kemampuannya untuk menghadapi ujian tersebut di usia 65 tahun. Selang enam bulan setelah berakhirnya pemboikotan itu wafatlah Abu Thalib, kemudian menyusul seorang mujahidah yang sabar -semoga Allah meridhai beliau- tiga tahun  sebelum hijrah.

Dengan wafatnya Khadijah maka meningkatlah musibah yang Rasul hadapi. Karena bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, Khadijah adalah  teman yang tulus dalam memperjuangkan Islam.
Begitulah Nafsul Muthmainnah telah pergi menghadap Rabbnya setelah sampai pada waktu yang telah ditetapkan, setelah beliau berhasil menjadi teladan terbaik dan paling tulus dalam berdakwah di jalan Allah dan berjihad dijalan-Nya. Dalalm hubungannya, beliau menjadi seorang istri yang bijaksana, maka beliau mampu meletakkan urusan sesuai dengan tempatnya dan mencurahkan segala kemamapuan untuk mendatangkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah beliau berhak mendapat salam dari Rabb-nya dan mendapat kabar gembira dengan rumah di surga yang terbuat dari emas, tidak ada kesusahan didalamnya dan tidak ada pula keributan didalamnya. Karena itu pula Rasulullah bersabda: "Sebaik-baik wanita adalah Maryam binti Imran, sebaik-baik wanita adalah Khadijah binti Khuwailid".

Ya Allah ridhailah  Khadijah binti Khuwailid, As-Sayyidah Ath-Thahirah. Seorang istri yang setia dan tulus, mukminah mujahidah di jalan diennya dengan seluruh apa yang dimilikinya dari perbendaharaan dunia. Semoga Allah memberikan balasan yang paling baik karena jasa-jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin.


Baca selengkapnya

Sedikit tertawa dan banyak menangis : Nasihat Untuk yang Sering Melalaikan Waktu dan Umur

Nasihat Untuk yang Sering Melalaikan Waktu dan Umur

Umur adalah modal utama manusia dalam hidup ini. perhitungan amal perbuatan yang disesuaikan atas dasar umur yang telah diberikan kepada manusia. orang-orang yang diberi kesempatan untuk hidup dan telah melewati batas umur nantinya akan dihitung amalany.
 
semua orang menbgetahui bahwa dirinya akan mati, kematian adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari oleh manusia. maka beruntunglah orang-orang yang sudah mempersiapkan untuuk kematiannya. Dan merugilah orang-orang yang tidak mempersiapkan bekal setelah kematiannya.

Siapakah pemegang nyawa setiap mahkluk?

Ada sebagain manasuia yang memilki kehendak diluar kewajaran, bunuh diri yang sudah menjadi tren bagi orang-orang putus asa. Memilih untuk menerjunkan diri atau memutuskan urat nadi, seolah-olah kematian akan datang oleh tangangya. Namun, sesungguhnya Allah lah yang memilki kekuasaan atas setiap jiwa manusia.

Allah Ta’ala berfirman

“tidak ada suatu binatng melatapun, melainkan Dia-lah yang memgang ubun-ubunya.” (Huud : 56)

Maka, sungguh, misteri tentang waktukematian hanya Allah saja yang mengendalikan, baik tempat maupun sedang beraktivitas apa. Kehendak Allah telah meliputi segala mahluk. Maka sudah semestinya, tidak berlalai dan mengela nafas untuk menerjunkan diri kepada kelalaikn yang merugikan.

Karena kematian keniscayaan

semakin lama manusia hidup di dunia, semakin membuat sebagian merasa kasihan. Manusia tertua yang masih hidup ada yang mencapai ratusan tahun, namun dimana aktivitasnya. Hanya di atas tempat tidur atau di dalam pengawasan orang lain. Tidak bisa berbuat seperti ketika masih muda dan kuat. Tubuhnya ringkih dan sangat lemah. Dan sudah menjadi kepastian mansuia akan mati namun sebagain orang tidak menyadari akan hal tersebut karen angan-angan dunia dan nafsu yang sangat tinggi.

Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa Rasullah saw. Bersabda
jibril datang kepadaku dan berkata : ‘ Wahai Muhammad, hiduplah sekhendakmu (namun ingat) sesungguhnya kamu akan mati. Cintailah siap saja yang kamu suka (namun ketahuilah) sesungguhnya (suatu saat nanti) kamu akan berpisah dengannya. Berbuatlah sekehndakmu (tetapi ingat) seusngguhnya kamu nanti akan diganjar dan dimintai pertanggungan jawab.” (Riwayat al-Hakim, al-Baihaqi dalam Syu’abul- liman, )

Sedikit tertawa dan banyak menangis

Kematian sangat dekat, dan terus mendampingi kehidupan. Orang-orang yang mengingat mati akan berhati-hati dan terus menjaga diri supaya tidak terjerumus kedalam kesesatan, kemaksiatan dan kepada perbuatan yang mungkar abhkan kekafiran. Kehati-hatian yang sungguh-sunbgguh membuat lisan dan wajah terasa berat untuk tertwa terbahak-bahak dan lebih memilih diam dan merenungi diri karena memikirkan, dan merenungkan tentang kehdiupan setelah kemtian.
Rasulallah saw. Seing menggugah para sahabatnya  dengan sabdanya :
“ andaikn kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis” (HR Bukhari)
Mengapa, dan mengapa sedikit tertaw dan banyak menagis.

Semog bermanfaat, agar mampu kembali merenungi diri tentang ilmu yang bermanfaat, amal  yang bernilai dan harta yang  berkah menjadi amal ibadah.
Baca selengkapnya

Tuesday, 25 October 2016

Ummu Salamah: kepribadiannya, perjuangan, dan kedudukannya

Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha
Ummu Salamah adalah seorang Ummul-Mukminin yang berkepribadian kuat, cantik, dan menawan, serta memiliki semangat jihad dan kesabaran dalam menghadapi cobaan, lebih-lebih setelah berpisah dengan suami dan anak-anaknya. Berkat kematangan berpikir dan ketepatan dalam mengambil keputusan, dia mendaparkan kedudukan mulia di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.. Di dalam sirah Ummahatul Mukminin dijelaskan tentang banyaknya sikap mulia dan peristiwa penting darinya yang dapat diteladani kaum muslimin, baik sikapnya sebagai istri yang selalu menjaga kehormatan keluarga maupun sebagai pejuang di jalan Allah.

Nama sebenarnya Ummu Salamah adalah Hindun binti Suhail, dikenal dengan narna Ummu Salamah. Beliau dibesarkan di lingkungan bangsawan dari Suku Quraisy. Ayahnya bernama Suhail bin Mughirah bin Makhzurn. Di kalangan kaumnya, Suhail dikenal sebagai seorang dermawan sehingga dijuluki Dzadur-Rakib (penjamu para musafir) karena dia selalu menjamu setiap orang yang menyertainya dalam perjalanan. Dia adalah pemimpin kaumnya, terkaya, dan terbesar wibawanya. Ibu dari Ummu Salamah bernama Atikah binti Amir bin Rabi’ah bin Malik bin Jazimah bin Alqamah al-Kananiyah yang berasal dari Bani Faras.
Demikianlah, Hindun dibesarkan di dalam lingkungan bangsawan yang dihormati dan disegani. Kecantikannya meluluhkan setiap orang yang melihatnya dan kebaikan pribadinya telah tertanam sejak kecil.
B. Pernikahan dan Perjuangannya
Banyak pemuda Mekah yang ingin mempersunting Hindun, dan yang berhasil menikahinya adalah Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, seorang penunggang kuda terkenal dari pahlawan-pahlawan suku Bani Quraisy yang gagah berani. Ibunya bernama Barrah binti Abdul-Muththalib bin Hasyim, bibi Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. Abdullah adalah saudara sesusuan Nabi dari Tsuwaibah, budak Abu Lahab. Mereka hidup bahagia, dan rumah tangga mereka diliputi kerukunan dan kesejahteraan.
Tidak lama setelah itu, dakwah Islam menarik hati mereka sehingga mereka memeluk Islam dan menjadi orang-oramg pertama yang masuk Islam. Begitu pula dengan Hindun, dia tergolong orang-orang yang pertama masuk Islam, dan bersama suaminya memulai perjuangan dalam hidup mereka.
Orang-orang Quraisy selalu mengganggu dan menyiksa kaum muslimin agar mereka meninggalkan agama Islam dan kembali ke agama nenek moyang mereka. Melihat kondisi seperti itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengizinkan mereka untuk hijrah ke Habasyah, sehingga mereka disebut sebagai kaum muhajirin yang pertama. Mereka menetap di Habasyah, dan di sana Hindun melahirkan anak-anaknya: Zainab, Salamah, Umar, dan Durrah.
Setelah beberapa lama, mereka berniat kembali ke Mekah, terutama setelah mendengar keislaman dua tokoh penting Quraisy, Umar bin Khaththab dan Hamzah bin Abdul-Muththalib. Akan tetapi, ternyata penyiksaan masih terus berlangsung, bahkan bertambah dahsyat. Untuk menjaga kehormatan diri dan keluarganya, Abu Salamah meminta perlindungan dari Abu Thalib (paman Nabi) dari siksaan kaumnya, yaitu Bani Makhzum, dan Abu Thalib menyatakan perlindungannya.
C. Cobaan Datang
Karena orang-orang Quraisy masih saja menyiksa kaum muslimin, akhirnya Allah membuka hati penduduk Madinah untuk menerima Islam. Kemudian Rasulullah mengizinkan kaum muslimin untuk hijrah ke sana, baik secara kelompok maupun perseorangan. Abu Salamah, istri, dan anaknya (Salamah) hijrah ke sana. Di tengah perjalanan mereka dihadang oleh kaum Bani Makhzum (kaumnya Ummu Salamah) yang kemudian merampas serta menyandera Ummu Salamah. Keluarga Abu Salamah (Bani Asad) ikut campur tangan dan mereka menolak menyerahkan Salamah, bahkan si anak dirampas dan dijauhkan dari ibunya. Sedangkan Bani Makhzum menculik Ummu Salamah dan dipenjara. Adapun Abu Salamah dibiarkan ke Yatsrib dengan hati penuh kesedihan karena harus berpisah dengan istri dan anaknya.
Keadaan demikian berjalan kurang lebih setahun lamanya. Ummu Salamah terus-menerus menangis karena kecewa atas perbuatan kaumnya, sehingga akhirnya ada seorang laki-laki dari kaumnya yang merasa iba dan membiarkan Ummu Salamah menyusul suaminya di Madinah. Adapun Bani Asad menyerahkan kembali putranya, Salamah, kepadanya. Akan tetapi, banyak rintangan yang harus dia hadapi, dan berkat keimanan dan keinginan yang kuat, dia mampu mengatasi semua itu dan tiba di Madinah.
D. Pesan Abu Salamah untuk Istrinya
Dalam membela Islam, peran Abu Salamah sangat besar. Dia dikenal berani dalam berperang. Rasulullah menghargainya dengan mengangkatnya sebagai wakil Rasulullah di Madinah ketika beliau pergi memimpin pasukan dalam perang Dzil Asyirah pada tahun kedua hijriah. Abu Salamah ikut dalam Perang Badar dan Uhud. Ketika dalam perang Uhud, Abu Salamah mengalami luka yang cukup parah dan nyaris meninggal, namun beberapa saat kemudian dia sembuh.
Setelah Perang Uhud, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mencrima berita bahwa Bani Asad hendak menyerang kaum muslimin di Madinah. Sebelum mereka menyerang, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. berinisiatif mendahului mereka. Dalam misi ini, beliau menunjuk Abu Salamah untuk memimpin pasukan yang berjumlah seratus lima puluh orang dan di dalamnya terdapat Saad bin Abi Waqash, Abu Ubaidah bin Jarrah, Amir bin Jarrah, dan yang lainnya. Pasukan diarahkan ke Bukit Quthn, tempat mata air Bani Asad. Kemenangan gemilang diraih oleh pasukan Abu Salamah, dan mereka kembali ke Madinah dengan membawa banyak harta rampasan perang. Di Madinah, luka-luka Abu Salamah karnbuh sehingga dia harus beristirahat beberapa waktu. Ketika sakit, Rasulullah selalu menjenguk dan mendoakannya.
Ummu Salamah selalu mendampingi suaminya yang sedang dalam keadaan sakit sehingga dia merawat dan menjaganya siang dan malam. Suatu hari, demam Abu Salamah menghebat, kemudian Ummu Salamah berkata kepada suaminya, “Aku mendapat benita bahwa seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya, kemudian suaminya masuk surga, istrinya pun akan masuk surga, jika setelah itu istrinya tidak menikah lagi, dan Allah akan mengumpulkan mereka nanti di surga. Demikian pula jika si istri yang meninggal, dan suaminya tidak menikah lagi sepeninggalnya. Untuk itu, mari kita berjanji bahwa engkau tidak akan menikah lagi sepeninggalku, dan aku berjanji untukmu untuk tidak menikah lagi sepeninggalmu.” Abu Salamah berkata, “Maukah engkau menaati perintahku?” Dia menjawab, “Adapun saya bermusyawarah hanya untuk taat.” Abu Salamah berkata, “Seandainya aku mati, maka menikahlah.” Lalu dia berdoa kepada Allah ”Ya Allah, kurniakanlah kepada Ummu Salamah sesudahku seseorang yang lebih baik dariku, yang tidak akan menyengsarakan dan menyakitinya.”
Pada detik-detik akhir hidupnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. selalu berada di samping Abu Salamah dan senantiasa memohon kesembuhannya kepada Allah. Akan tetapi, Allah berkehendak lain. Beberapa saat kemudian maut datang menjemput. Rasulullah menutupkan kedua mata Abu Salamah dengan tangannya yang mulia dan bertakbir sembilan kali. Di antara yang hadir ada yang berkata, “Ya Rasulullah, apakah engkau sedang dalam keadaan lupa?” Beliau menjawab, “Aku sama sekali tidak dalam keadaan lupa, sekalipun bertakbir untuknya seribu kali, dia berhak atas takbir itu.” Kemudian beliau menoleh kepada Ummu Salamah dan bersabda, “Barang siapa yang ditimpa suatu musibah, maka ucapkanlah sebagaimana yang telah dperintahkan oleh Allah, ‘Sesungguhnya kita milik Allah, dan kepada-Nyalah kita akan dikembalikan. Ya Allah, karuniakanlah bagiku dalam musibahku dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya, maka Allah akan melaksanakannya untuknya.”
Setelah itu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. berdo’a: “Ya Allah, berilah ketabahan atas kesedihannya, hiburlah dia dari musibah yang menimpanya, dan berilah pengganti yang lebih baik untuknya.”
Abu Salamah wafat setelah berjuang menegakkan Islam, dan dia telah memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Rasulullah. Sepeninggal Abu Salamah, Ummu Salarnah diliputi rasa sedih. Dia menjadi janda dan ibu bagi anak-anak yatim.
Setelah wafatnya Abu Salarnah, para pemuka dari kalangan sahabat bersegera meminang Ummu Salamah. Hal ini mereka lakukan sebagai tanda penghormatan terhadapat suaminya dan untuk. melindungi diri Ummu Salamah. Maka Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab meminangnya, tetapi Ummu Salamah menolaknya.
Pada saat dirundung kesedihan atas suami yang benar-benar dicintainya serta belum mendapatkan orang yang lebih baik darinya, ia didatangi oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dengan maksud menghiburnya dan meringankan apa yang dialaminya. Rasulullah berkata kepadanya, “Mintalah kepada Allah agar Dia memberimu pahala pada musibahmu serta menggantikan untukmu (suami) yang lebih baik.” Ummu Salamah bertanya, “Siapa yang lebih baik dan Abu Salamah, wahai Rasulullah?”
E. Di Rumah Rasulullah.
Rasulullah mulai memikirkan perkara Ummu Salamah, seorang mukminah mujahidah yang memiliki kesabaran, dan Ummu Salamah pun telah menolak lamaran dua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar. Rasulullah pun berpikir dengan penuh pertimbangan dan kasih sayang untuk tidak membiarkannya larut dalam kesedihan dan kesendirian.
Dalam keadaan seperti itu Rasulullah mengutus Hathib bin Abi Balta’ah menemui Ummu Salarnah dengan maksud meminangnya untuk beliau. Maka oleh Ummu Salamah diterimanya pinangan tersebut. Bagaimana mungkin baginya untuk tidak menerima pinangan dari orang yang lebih baik dari Abu Salamah, bahkan lebih baik dan semua orang di dunia.
Dengan perkawinan tersebut maka Ummu Salamah termasuk kalangan Ummahatul- Mukminin, dan oleh Rasulullah ia ditempatkan di kamar Zainab binti Khuzaimah yang digelari Ummul-Masakiin (ibu bagi orang-orang miskin) sampai Ummu Salamah meninggal dunia.
Hal itu diceritakan oleh Ummu Salamah kepada kami. Ia berkata, “Aku dipersunting oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam., lalu aku dipindahkan dan ditempatkan di rumah Zainab (ummul- masakiin).”
Beberapa keistimewaan yang dimiliki Ummu Salamah adalah ketajaman logika, kematangan berpikir, dan keputusan yang benar atas banyak perkara. Karena itu, ia memiliki kedudukan yang agung di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam., seperti interaksinya dengan para Ummahatul-Mukminin yang merupakan interaksi yang diliputi rasa kasih sayang dan kelemahlembutan.
F. Kedudukannya yang Agung
Di antara perkara yang menunjukkan kedudukannya yang tinggi di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam adalah apa yang diceritakan Urwah bin Zubair “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menyuruh Ummu Salamah melaksanakan shalat shubuh di Mekah pada hari penyembelihan (qurban) — padahal saat itu merupakan hari (giliran)nya. Oleh sebab itu, Rasulullah merasa senang atas kesetujuannya.”
Begitu juga hadits Ummi Kulsum binti Uqbah yang dimasukkan oleh Ibnu Sa’ad dalam (kitab) Thabaqat-nya. Ummi Kultsum berkata, “Tatkala Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. menikahi Ummu Salamah, belau berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya aku menghadiahkan untuk Raja Najasyi sejumlah bejana berisikan minyak wangi dan selimut. Akan tetapi, aku bermimpi bahwa Raja Najasyi itu telah meninggal dunia, kemudian hadiah yang kuberikan kepadanya dikembalikan kepadaku. Karena dikembalikan kepadaku, maka barang tersebut menjadi milikkü.”
Sebagaimana yang dikatakan Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam., Raja Najasyi meninggal dunia, dan hadiah tersebut dikembalikan kepadanya. Lalu beliau memberikan kepada setiap istrinya masing-masing satu uqiyah (1/2 liter Mesir) dan beliau memberi (sisa) keseluruhannya serta selimut kepada Ummu Salamah.
Setelah Ummu Salamah menjadi istrinya, Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. memasukkannya dalam kalangan ahlul-bait. Di antara riwayat tentang masalah tersebut adalah bahwasanya pernah pada suatu hari Rasulullah berada di sisi Ummu Salamah, dan anak perempuan Ummu Salamah ada di sana. Rasulullah kemudian didatangi anak perempuannya, Fathimah azZahra, disertai kedua anaknya, Hasan dan Husain r.a., lalu Rasullah memeluk Fathimah dan berkata, “Semoga rahmat Allah dan berkah-Nya tercurah pada kalian wahai ahlul-bait. Sesungguhnya Dia Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.”
Lalu menangislah Ummu Salamah. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menanyakan tentang penyebab tangisnya itu. Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, engkau mengistimewakan mereka sedangkan aku dan anak perempuanku engkau tinggalkan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau dan anak perempuanmu termasuk keluargaku.”
Anak perempuan Ummu Salamah, Zainab, tumbuh dalam peliharaan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. ia termasuk di antara wanita yang memiliki ilmu yang luas pada masanya.
Sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mempersunting Ummu Salamah, wahyu pernah turun kepada Rasulullah di kamar Aisyah, yang dengan hal itu Aisyah membanggakannya pada istri-stri beliau yang lain. Maka setelah Rasulullah menikahi Ummu Salamah, wahyu turun kepadanya ketika beliau berada di kamar Ummu Salamah.
G. Beberapa Sikap Cemerlang pada Masa Hidup Ummu Salamah.
Di antara sikap agungnya adalah apa yang ditunjukkannya pada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. pada hari (perjanjian) Hudaibiyah. Pada waktu itu ia menyertai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dalam perjalanannya menuju Mekah dengan tujuan menunaikan umrah, tetapi orang-orang musyrik mencegah mereka untuk memasuki Mekah, dan terjadilah Perjanjian Hudaibiyah antara kedua belah pihak.
Akan tetapi, sebagian besar kaum muslimin merasa dikhianati dan merasa bahwa orang-orang musyrik menyianyiakan sejumlah hak-hak kaum muslimin. Di antara mayonitas yang menaruh dendam itu adalah Umar bin al-Khaththab, yang berkata kepada Rasulullah dalam percakapannya dengan beliau, “Atas perkara apa kita serahkan nyawa di dalam agama kita?” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menjawab, “Saya adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Aku tidak akan menyalahi perintah-Nya, dan Dia tidak akan menyianyiakanku.”
Akan tetapi, tanda-tanda bahaya semakin memuncak setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menyuruh kaum muslimin melaksanakan penyembelihan hewan qurban kemudian bercukur, tetapi tidak seorang pun dari mereka melaksanakannya. Beliau mengulang seruannya tiga kali tanpa ada sambutan.
Beliau menemui istrinya, Ummu Salamah, dan menceritakan kepadanya tentang sikap kaum muslimin. Ummu Salamah berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau menginginkan perintah Allah ini dilaksanakan oleh kaum muslimin? Keluarlah engkau, kemudian janganlah mengajak bicara sepatah kata seorang pun dari mereka sampai engkau menyembelih qurbanmu serta memanggil tukang cukur yang mencukurmu.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. kagum atas pendapatnya dan bangkit mengerjakan sebagaimana yang diusulkan Ummu Salamah. Tatkala kaum muslimin melihat Rasulullah mengerjakan hal itu tanpa berkata kepada mereka, mereka bangkit dan menyembelih serta sebagian dari mereka mulai mencukur kepala sebagian yang lain tanpa ada perasaan keluh kesah dan penyesalan atas tindakan Rasulullah yang mendahului mereka.
Ummu Salamah telah menyertai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. di banyak peperangan, yaitu peperangan Khaibar, Pembebasan Mekah, pengepungan Tha’if, peperangan Hawazin, Tsaqif kemudian ikut bersama beliau di Haji Wada’.
Kita tidak melupakan sikapnya terhadap Umar bin al-Khaththab, tatkala Urnar datang kepadanya dan mengajak bicara tentang perkara keperluan Ummahatul-Mukminin kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. serta kekasaran mereka terhadap Rasulullah. Maka ia berkata, “Engkau ini aneh, wahai anak al-Khaththab. Engkau telah ikut campur di setiap perkara sehingga ingin mencampuri urusan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. beserta istri-istrinya?”
Setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. meninggal dunia ia senantiasa mengenang beliau dan sangat berduka cita atas kewafatannya. Beliau senantiasa banyak melakukan puasa dan beribadah, tidak kikir pada ilmu, serta meriwayatkan hadits yang berasal dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.
Telah diriwayatkannya sekian banyak hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah dan suaminya, Abu Salamah, serta dari Fathimah az-Zahraa Sedangkan orang yang meriwayatkan darinya banyak sekali, di antara mereka adalah anak-anaknya dan para pemuka dan sahabat serta ahli hadits.
Di antara beberapa sikapnya yang nyata adalah pada hari pembebasan kota Mekah. Waktu itu Nabi keluar dari Madinah bersarna bala tentaranya dengan kehebatan dan jumlah yang belum pernah disaksikan oleh bangsa Arab, sehingga orang-orang musyrik Quraisy merasa takut, dan mereka keluar dari rumah dengan rnaksud menemui Rasulullah untuk bertobat dan menyatakan keislaman mereka.
Termasuk dari mereka, Abu Sufyan bin al-Harts bin Abdul-Muththalib (anak paman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.) dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah (anak bibi [dari ayah] Rasulullah, saudara Ummu Salamah sebapak). Ketika mereka berdua meminta izin masuk menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam., beliau enggan memberi izin masuk bagi keduanya disebabkan penyiksaan mereka yang keras terhadap kaurn muslimin menjelang beliau hijrah dari Mekah.
Maka berkatalah Ummu Salamah kepada Rasulullah dengan perasaan iba terhadap keluarganya sendiri dan juga keluarga Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mereka berdua adalah anak parnanmu dan anak bibirnu (dan ayah) serta iparmu.” Rasulullah menjawab, “Tidak ada keperluan bagiku dengan mereka berdua. Adapun anak parnanku, aku telah diperlakukan olehnya dengan tidak baik. Adapun anak bibiku (dari ayah) serta iparku telah berkata di Mekah dengan apa yang ia katakan.”
Pernyataan itu telah sampai kepada Abu Sufyan, anak paman Rasulullah. Maka ia berkata, “Demi Allah, ia harus mengizinkanku atau aku mengambil anak ini dengan kedua tanganku -pada saat itu ia bersama anaknya, Ja’far- kemudian karni harus berkelana di dunia sehingga mati kehausan dan kelaparan.”
Lalu Ummu Salamah memberitahukan perkataan Abu Sufyan tersebut kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dengan kembali memohon rasa belas kasih. Akhirnya hati beliau menjadi luluh, lalu mengizinkan keduanya masuk. Maka masuklah keduanya dan menyatakan keislaman serta bertobat di hadapan Rasulullah.
H. Sikapnya terhadap Fitnah
Ummu Salamah selalu berada di rumahnya, senantiasa ikhlas beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjaga Sunnah suaminya tercinta pada masa (khilafah) Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab..
Pada masa khilafah Utsman bin Affan ia melihat kegoncangan situasi serta perpecahan kaum muslimin di seputar khalifah. Bahaya fitnah sernakin memuncak di langit kaum muslirnin. Maka ia pergi menernui Utsman dan menasihatinya supaya tetap berpegang teguh pada petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. serta petunjuk Abu Bakar dan Umar bin al-Khaththab, tidak menyimpang dan petunjuk tersebut selama-lamanya.
Apa yang dikhawatirkan Ummu Salamah terjadi juga, yaitu peristiwa terbunuhnya Utsman yang saat itu tengah membaca Al-Qur’an dan angin fitnah tengah bertiup kencang terhadap kaurn muslimin. Pada saat itu Aisyah telah membulatkan tekad untuk keluar menuju Bashrah disertai Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin al-’Awwam dengan tujuan mernobilisasi massa untuk melawan Ali bin Abi Thalib. Maka Ummu Salamah mengirim surat yang memiliki sastra indah kepada Aisyah.
“Dari Ummu Salamah, Istri Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam., untuk Aisyah Ummul-Mu’ minin.
Sesungguhnya aku memuji Allah yang tidak ada ilah (Tuhan) melainkan Dia.
Amma ba’du.
Engkau sungguh telah merobek pembatas antara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dan umatnya yang merupakan hijab yang telah ditetapkan keharamannya.
Sungguh Al-Qur’an telah memberimu kemuliaan, maka jangan engkau lepaskan. Dan Allah telah menahan suaramu, maka janganlah engkau niengeluarkannya Serta Allah telah tegaskan bagi umat ini seandainya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengetahui bahwa kaum wanita memiliki kewajiban jihad (berperang) niscaya beliau berpesan kepadamu untuk menjaganya.
Tidakkah engkau tahu bahwasanya beliau melarangmu melampaui batas dalam agama, karena sesungguhnya tiang agama tidak bisa kokoh dengan campur tangan wanita apabila tiang itu telah miring, dan tidak bisa diperbaiki oleh wanita apabila telah hancur. Jihad wanita adalah tunduk kepada segala ketentuan, mengasuh anak, dan mencurahkan kasih sayangnya.”
Ummu Salamah berada di pihak Ali bin Abi Thalib karena beliau menggikuti kesepakatan kaum muslimin atas terpilihnya beliau sebagai khalifah mereka. Karena itu, Ummu Salamah mengirim/mengutus anaknya, Umar, untuk ikut berperang dalan barisan Ali .
I. Saat Wafatnya
Pada tahun ke-59 hijriah, usia Ummu Salamah telah mencapai 84 tahun. Usia tua dan pikun merambah di pertambahan umurnya. Allah ta’ala mengangkat rohnya yang suci naik ke atas menuju hadirat-Nya. Ia meninggal dunia setelah hidup dengan aktivitas yang dipenuhi oleh pengorbanan, jihad, dan kesabaran di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Beliau dishalatkan oleh Abu Hurairah r.a. dan dikuburkan di al-Baqi’ di samping kuburan Ummahatul-Mukminin lainnya.
Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Ummu Salamah. dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
Sumber: Buku Dzaujatur-Rasulullah , Karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh
Baca selengkapnya